Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia memberikan apresiasi terhadap keputusan pemerintah yang menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% hanya untuk barang dan jasa mewah. Kebijakan ini dianggap sebagai langkah yang tepat untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan fiskal negara dan kesejahteraan masyarakat, terutama bagi kalangan menengah ke bawah.

Kebijakan PPN 12%: Respons Terhadap Aspirasi Rakyat

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa keputusan ini merupakan hasil dialog antara DPR dan pemerintah. Dalam pernyataannya, Dasco menekankan bahwa kebijakan ini mencerminkan kepekaan pemerintah terhadap kondisi ekonomi masyarakat. “DPR RI mengapresiasi pemerintahan Prabowo-Gibran yang telah mendengar aspirasi rakyat,” ujarnya. Keputusan ini diambil berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Dasco menjelaskan bahwa kebijakan ini memiliki tiga poin utama:

  1. Kenaikan PPN 12% hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah.
  2. Tarif PPN untuk barang dan jasa lainnya tetap dikenakan tarif lama sebesar 11%.
  3. Barang dan jasa kebutuhan pokok masyarakat tetap bebas dari PPN atau dikenakan tarif 0%.

Dengan kebijakan ini, pemerintah memperkirakan potensi pendapatan dari PPN untuk APBN 2025 hanya mencapai Rp3,2 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan potensi penerimaan Rp75 triliun jika tarif PPN 12% diberlakukan untuk semua barang dan jasa. “Ini adalah keputusan yang sulit bagi pemerintah, tetapi kami sangat mengapresiasi langkah yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat kecil,” tambah Dasco.

Keadilan Sosial dalam Kebijakan Pajak

Cucun Ahmad Syamsurijal, Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, juga menilai bahwa kebijakan ini memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Ia menekankan bahwa tidak adil jika pemilik barang mewah, seperti jet pribadi dan rumah mewah, dikenakan pajak yang sama dengan kalangan menengah ke bawah yang hanya memiliki sepeda motor. “Yang tidak adil itu kalau pemilik barang mewah, yang punya pesawat, pajaknya sama dengan kalangan menengah ke bawah,” ujarnya.

Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi masyarakat, mendukung ketahanan industri nasional, dan membangun pondasi bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Cucun menambahkan, “Keputusan ini mencerminkan kepekaan terhadap kondisi ekonomi masyarakat luas, khususnya kelompok menengah dan bawah, yang sangat bergantung pada stabilitas harga barang dan jasa kebutuhan pokok.

Dukungan dari Pengusaha

Sejumlah asosiasi pengusaha juga menyambut positif keputusan pemerintah terkait pengenaan tarif PPN 12% yang hanya berlaku untuk barang mewah. Ketua Komite Perdagangan Dalam Negeri Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Handaka Santosa, menyatakan bahwa kebijakan ini mencerminkan keseimbangan antara kebutuhan negara dan kepentingan masyarakat serta pelaku usaha. “Kami mengapresiasi kebijakan ini karena mencerminkan keseimbangan antara kebutuhan negara dan kepentingan masyarakat serta pelaku usaha,” ujarnya.

Handaka menilai langkah ini bijaksana karena mampu menjaga daya beli masyarakat sekaligus mendukung pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Ia juga menekankan pentingnya masa transisi selama tiga bulan yang diberikan pemerintah untuk memungkinkan dunia usaha menyesuaikan diri dengan kebijakan baru ini.

Kesimpulan

Kebijakan PPN 12% untuk barang mewah yang diusulkan oleh Presiden Prabowo Subianto dan didukung oleh DPR RI menunjukkan komitmen pemerintah untuk menciptakan keadilan sosial dan mendukung perekonomian nasional. Dengan fokus pada barang-barang mewah, diharapkan kebijakan ini tidak hanya menjaga daya beli masyarakat, tetapi juga memperkuat ketahanan industri dan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.

Dengan dukungan pemerintah dan keterlibatan aktif masyarakat, kebijakan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju sistem perpajakan yang lebih adil dan berkelanjutan.